Indeks

Rakyat dan Perusahaan di Persimpangan Hukum: Siapa yang Sebenarnya Menguasai Tanah Ini?

Oleh: Om Faduli

Di tanah Halmahera, suara rakyat kecil sering kali kalah oleh gema mesin tambang.
Padahal, di sana bukan sekadar tanah yang diperebutkan, melainkan kehormatan, sejarah, dan hak hidup yang telah diwariskan turun-temurun.
Namun di era ini, segala sesuatu yang dulu suci kini ditakar dengan dokumen legal dan kuasa modal.(Minggu/19/10/2025)

Kisah di Halmahera Timur menjadi potret nyata bagaimana rakyat dan perusahaan kembali bertemu di persimpangan antara hukum dan nurani.
Sebelas warga yang dengan semangat membela tanah adat mereka akhirnya kalah di meja hukum melawan perusahaan tambang PT. Position.
Mereka kalah bukan karena lemah dalam semangat, tetapi karena sistem hukum dan kekuatan modal sering berjalan di rel yang tidak sejajar dengan keadilan sosial.

Hukum, Modal, dan Nurani yang Terpisah Jalan

Peristiwa ini membuka luka lama: hukum yang katanya netral, ternyata sering condong ke arah mereka yang punya akses dan kekuasaan.
Ketika rakyat berteriak mempertahankan haknya, yang datang bukan keadilan, tapi surat panggilan dan aparat bersenjata.
Sementara perusahaan datang dengan berkas izin dan dukungan regulasi — legal di atas kertas, tapi sering melukai hati rakyat di lapangan.

Namun, kita tidak boleh hanya menuding.
Perusahaan seperti PT. Position juga perlu sadar bahwa izin eksplorasi bukanlah lisensi untuk bertindak arogan.
Pembangunan yang sejati bukan hanya menggali nikel atau emas, tapi juga menanam rasa hormat terhadap manusia dan lingkungan tempat mereka beroperasi.

Belajar dari Kekalahan, Membangun Jalan Ikhtiar Baru

Kekalahan sebelas warga Halmahera Timur bukan akhir dari perjuangan.
Justru di sanalah titik tolak untuk belajar memahami hukum, memperkuat organisasi masyarakat, dan menggandeng lembaga advokasi agar tidak lagi terjebak dalam pertarungan tanpa peta.
Rakyat harus naik kelas dalam perjuangan — dari sekadar bertahan di lapangan menjadi pihak yang mampu bicara di ruang hukum dan kebijakan.

Ikhtiar bukan berarti menyerah.
Ikhtiar berarti menata langkah dengan lebih bijak, agar perjuangan tidak lagi hanya menguras tenaga dan air mata, tapi juga menghasilkan perubahan nyata yang diakui secara hukum.

Perusahaan dan Pemerintah: Jangan Arogan, Jangan Diam

Kita berharap perusahaan-perusahaan tambang di Maluku Utara tidak lagi menempuh jalan kekuasaan yang arogan.
Setiap langkah investasi harus sejalan dengan etika sosial dan tanggung jawab lingkungan.
Sebab yang ditambang bukan hanya tanah, tapi juga kepercayaan masyarakat.

Begitu pula pemerintah dan aparat, jangan hanya jadi penonton di negeri sendiri.
Negara harus hadir sebagai penyeimbang, bukan sebagai pembela satu pihak.
Keadilan tidak boleh diserahkan sepenuhnya pada surat izin, tetapi harus tumbuh dari rasa kemanusiaan yang hidup di tengah rakyat.

Menemukan Titik Seimbang Antara Modal dan Moral

Dalam setiap konflik tanah, yang kita perlukHukumnyaan bukan lagi siapa menang atau kalah, tapi bagaimana rakyat dan perusahaan bisa saling menghormati.
Keadilan sejati akan lahir ketika kedua pihak mau berjalan dalam kesadaran — bahwa tanah bukan sekadar aset ekonomi, tapi juga ruang hidup yang harus dijaga bersama.

Dari Halmahera Timur, kita belajar satu hal penting:Hukum boleh memutuskan siapa yang menang, tapi nurani masyarakat akan selalu mengingat siapa yang benar.

Exit mobile version