Indeks

Pemerintah Terbitkan PP 39/2025: Tambang Kini Diprioritaskan untuk Koperasi, Ormas Keagamaan, dan UMKM

Jakarta – Pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2025 tentang Perubahan Kedua atas PP Nomor 96 Tahun 2021 mengenai Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Aturan baru ini menjadi penegasan arah kebijakan hilirisasi dan pemerataan manfaat sumber daya alam bagi masyarakat, khususnya koperasi, organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan, serta pelaku usaha kecil dan menengah (UKM).

Dalam regulasi yang diumumkan di Jakarta ini, pemerintah menegaskan bahwa wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) dan wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) kini akan diprioritaskan bagi pihak-pihak tersebut. Kebijakan ini diharapkan dapat membuka akses yang lebih luas bagi kelompok ekonomi rakyat untuk ikut berpartisipasi dalam sektor tambang yang selama ini didominasi korporasi besar.

Selain itu, pemerintah juga memasukkan ketentuan baru yang mengatur mengenai pengelolaan logam tanah jarang dan mineral radioaktif — dua komoditas strategis yang kini menjadi fokus pengembangan karena nilai tambahnya yang tinggi dalam industri teknologi dan energi bersih.

Batasan Luas Wilayah Tambang

Dalam Pasal 26F PP 39/2025, pemerintah menetapkan batasan luas wilayah tambang untuk berbagai kategori pelaku usaha.
Untuk BUMN, BUMD, maupun badan usaha swasta yang bekerja sama dengan perguruan tinggi, luas wilayah izin usaha pertambangan ditetapkan:

1. Paling luas 25.000 hektare untuk WIUP mineral logam, dan

2. Paling luas 15.000 hektare untuk WIUP batu bara.

Batasan serupa juga berlaku bagi pelaku usaha yang terlibat dalam kegiatan peningkatan nilai tambah atau hilirisasi.

Prioritas bagi Koperasi, Ormas, dan UMKM

Hal baru yang menjadi sorotan dalam PP ini adalah ketentuan pada Pasal 75F yang mengatur pemberian prioritas untuk WIUPK (Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus).
Rinciannya sebagai berikut :

1. Untuk Koperasi dan UKM, diberikan wilayah seluas:

Maksimal 2.500 hektare untuk mineral logam, dan

Maksimal 2.500 hektare untuk batu bara.

2. Untuk badan usaha milik Ormas keagamaan, diberikan wilayah seluas:

– Maksimal 25.000 hektare untuk mineral logam, dan

– Maksimal 15.000 hektare untuk batu bara.

3. Untuk BUMN, BUMD, serta badan usaha swasta yang bekerja sama dengan perguruan tinggi, batasnya sama seperti ketentuan di atas.

Dorong Pemerataan dan Kemandirian Ekonomi

Kebijakan baru ini menjadi sinyal kuat pemerintah dalam memperluas partisipasi masyarakat dan lembaga sosial dalam pengelolaan sumber daya alam nasional. Pemerintah menilai, pemberian izin tambang kepada koperasi dan ormas keagamaan dapat mendorong pembangunan ekonomi berbasis komunitas sekaligus memperkuat kemandirian ekonomi nasional.

Selain itu, keterlibatan perguruan tinggi diharapkan dapat memperkuat aspek riset, teknologi, dan inovasi dalam pengelolaan tambang, sehingga pengembangan mineral dan batu bara tak hanya berorientasi pada eksploitasi, tetapi juga peningkatan nilai tambah di dalam negeri.

Langkah Strategis Hilirisasi

Dengan diberlakukannya PP 39/2025, pemerintah menegaskan arah kebijakan pertambangan Indonesia yang semakin terintegrasi dengan program hilirisasi. Setiap pemberian izin diarahkan agar hasil tambang tidak lagi diekspor mentah, melainkan diolah terlebih dahulu di dalam negeri untuk meningkatkan nilai ekonomi dan lapangan kerja.

Pemerintah juga berharap, keterlibatan koperasi dan ormas dalam sektor strategis ini mampu menciptakan keseimbangan antara kepentingan ekonomi nasional dan kesejahteraan masyarakat di sekitar wilayah tambang.

Exit mobile version