FaduliNews.com | Sofifi, Maluku Utara — Halaman Kantor Gubernur Provinsi Maluku Utara hari ini menjadi saksi pemandangan yang menggugah. Rombongan tokoh adat dan masyarakat Desa Wayamli, Halmahera Timur, datang menghadiri mediasi konflik lahan dengan perusahaan tambang PT Sambaki Tambang Sentosa (STS) sambil mengenakan pakaian adat perang, pada Rabu (30/04/2025).
Simbol pakaian adat tersebut menjadi bentuk pernyataan budaya dan moral, bahwa masyarakat adat tengah berjuang mempertahankan hak atas tanah leluhur mereka yang diduga diserobot oleh perusahaan tambang. “Ini bukan bentuk permusuhan, tetapi simbol perjuangan kami dalam mempertahankan hak kami,” ujar salah satu tokoh adat kepada awak media.
Mediasi yang digelar di Kantor Gubernur ini dihadiri sejumlah pejabat dari lintas instansi. Dari pihak Kabupaten Halmahera Timur hadir langsung Bupati Hj. Ubaid Yakub, Wakil Bupati, dan anggota DPRD Halmahera Timur. Dari Pemerintah Provinsi Maluku Utara, turut hadir Wakil Gubernur Sarbin Sehe, Sekretaris Daerah Provinsi, serta Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Maluku Utara.
Wakil Gubernur membuka secara resmi jalannya pertemuan, sebelum menyerahkan penuh proses penyelesaian kepada Bupati Halmahera Timur dan aparat Kepolisian, termasuk Kapolda Maluku Utara yang turut memantau jalannya mediasi.
Rombongan adat yang hadir meliputi Bobato Akhirat, Bobato Dunia, serta Kepala Desa Wayamli,yang menyuarakan harapan agar PT STS segera bertanggung jawab dan memberikan kompensasi atas lahan yang telah digunakan tanpa persetujuan masyarakat adat.
Meski mediasi belum menghasilkan kesepakatan final, pertemuan ini menandai babak penting dalam upaya penyelesaian sengketa lahan melalui jalur damai, dengan tetap menjunjung nilai-nilai adat dan budaya sebagai bagian dari perjuangan masyarakat.
Reporter:Ruslan
Editor:Tim Red FaduliNews