FaduliNews.com_Ternate,Pemerintah Provinsi Maluku Utara kembali berada di bawah sorotan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyusul dimulainya pemeriksaan terinci atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun Anggaran 2024. Fokus utama: lemahnya pengelolaan aset oleh sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Pemeriksaan ini secara resmi ditandai dengan penyerahan surat tugas oleh Kepala BPK Perwakilan Malut, Marius Sirumapea, kepada Gubernur Maluku Utara, Sherly Laos, dalam sebuah seremoni yang digelar di Ternate,(Sahid Bela) Jumat (11/4/2025).
“Masih ada OPD yang belum menyampaikan daftar aset secara lengkap. Ini harus segera ditindaklanjuti agar tidak menjadi catatan serius dalam opini keuangan tahun ini,” tegas Sherly Laos dalam pernyataannya.
Pernyataan ini mencerminkan keprihatinan sekaligus tekanan yang tengah dihadapi Pemprov Malut, mengingat lemahnya tata kelola aset telah berulang kali menjadi temuan dalam audit sebelumnya. Laos mengimbau agar seluruh OPD segera menyelesaikan kewajiban administratif mereka, khususnya terkait pencatatan aset.
Sementara itu, Kepala BPK Malut Marius Sirumapea menjelaskan bahwa proses audit terdiri dari dua tahap—pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan terinci. Tahap pendahuluan telah mencakup penilaian terhadap Sistem Pengendalian Intern (SPI), serta verifikasi atas akun-akun strategis seperti kas dan belanja modal.
“Tahap terinci ini sangat menentukan. Di akhir proses, kami akan menyampaikan opini resmi atas LKPD. Namun kami perlu mengingatkan kembali, data aset adalah salah satu komponen yang bisa mempengaruhi hasil akhir,” kata Marius.
BPK menargetkan penyampaian opini atas laporan keuangan Pemprov Malut paling lambat Mei 2025, sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Sebagai catatan penting, selama dua tahun terakhir (2022 dan 2023), Pemprov Malut hanya mampu meraih opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari BPK. Pemicunya tidak berubah: lemahnya pencatatan dan pengelolaan aset tetap serta pertanggungjawaban belanja yang belum transparan.
Opini BPK sendiri menjadi barometer utama dalam menilai tingkat akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan daerah. Oleh karena itu, pemeriksaan tahun ini menjadi momen krusial bagi Sherly Laos dan jajaran, yang kini ditantang untuk keluar dari bayang-bayang WDP dan mengincar predikat tertinggi: Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
“Kalau kita ingin mendapat opini WTP, maka tidak boleh ada lagi kelalaian, terutama dalam penatausahaan aset dan dokumen pendukung lainnya,” tandas Marius, mengakhiri pernyataannya.
(Faduli)