Halmahera Selatan, Pulau Obi, Kamis (20/03/2025) – Pelabuhan Laiwui, yang dikenal sebagai penyumbang pendapatan terbesar kedua di Maluku Utara setelah Pelabuhan Semut Mangga Dua Ternate, kini menjadi sorotan. Investigasi FaduliNews.com mengungkap dugaan praktik pungutan liar (pungli), manipulasi tarif, dan potensi pelanggaran hukum yang merugikan negara serta masyarakat.
Pelanggaran Tarif: Masyarakat Dibebani Biaya Tak Resmi
Berdasarkan hasil investigasi di lapangan, tarif yang dikenakan kepada pengguna jasa pelabuhan tidak sesuai dengan aturan resmi yang ditetapkan pemerintah. Tarif resmi berdasarkan peraturan hanya Rp 2.000 untuk penumpang. Namun, mobil dikenakan tarif Rp 5.000 dan motor Rp 3.000, tanpa dasar hukum yang jelas.
Karcis yang diberikan tidak sesuai dengan jenis kendaraan. Pengendara motor dan mobil menerima karcis bertuliskan “penumpang,” bukan “kendaraan roda dua” atau “kendaraan roda empat,” yang membuka peluang manipulasi laporan keuangan pelabuhan. Lebih parahnya, banyak pengguna jasa pelabuhan tidak diberikan karcis sama sekali, kecuali jika mereka meminta atau ada wartawan yang meliput. Modus seperti ini mengindikasikan adanya upaya sistematis untuk menggelapkan dana yang seharusnya masuk ke kas negara.
Pengakuan Petugas: Karcis Habis, Tapi Pungutan Jalan Terus
Ketika dikonfirmasi, seorang petugas pelabuhan yang masih berstatus honorer mengaku bahwa stok karcis kendaraan telah habis dalam beberapa hari terakhir, sehingga mereka hanya bisa memberikan tiket untuk penumpang. Namun, hal ini menimbulkan beberapa pertanyaan besar:
– Jika pendapatan disetorkan ke pusat, mengapa distribusi karcis tidak sesuai dengan kondisi di lapangan?
– Mengapa pungutan terus berjalan meskipun tidak ada karcis resmi?
– Kemana perginya uang dari pungutan kendaraan yang tidak tercatat dalam laporan resmi?
Respons Kepala Kantor Pelabuhan Laiwui
Saat wartawan mencoba datang ke kantor mengonfirmasi langsung, Kepala Kantor Pelabuhan Laiwui,kepala kantor kelas tiga Laiwui,Sulaeman tidak berada di tempat. Menurut keterangan staf pelabuhan, Sulaeman saat ini sedang berada di Jakarta untuk mengikuti kegiatan di Kementerian Perhubungan.
di tempat terpisah wartawan mencoba konfirmasi lewat pesan Whatsapp kepala kantor suleman yang saat itu mendapat kabar langsung dari wartawan langsung naik pitam, ia pun geram setelah mendapat kiriman video dan di saat itu juga langsung menelpon salah satu penanggung jawab lapangan (komandan jaga),
Itu sdh,setan” drg itu,pa br marah kmdan kplp sbg penanggung jwb lapangan,Bp.Kasman
“Meniru pesan kepala kantor saat di konfirmasi lewat watchap”
Untuk di ketahui PP No. 15 Tahun 2016: Regulasi yang Dilanggar? Sejumlah petugas di pelabuhan Laiwui ialah
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Lingkungan Kementerian Perhubungan mengatur bahwa semua pungutan di pelabuhan harus memiliki dasar hukum yang jelas dan didukung oleh bukti pembayaran resmi. Dugaan penyimpangan tarif di Pelabuhan Laiwui berpotensi melanggar ketentuan dalam PP No. 15 Tahun 2016 karena:
– Tarif yang diterapkan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
– Tidak ada transparansi dalam pencatatan dan pelaporan penerimaan tarif.
– Indikasi adanya kebocoran pemasukan negara akibat manipulasi karcis.
Namun, untuk memastikan kebenaran dugaan ini, diperlukan investigasi lebih lanjut oleh pihak berwenang.
Pelabuhan Berpendapatan Besar, Tapi Pelayanan Buruk
Sebagai penyumbang pendapatan terbesar kedua di Maluku Utara, seharusnya Pelabuhan Laiwui memiliki manajemen yang profesional dan transparan. Namun, realitas di lapangan justru menunjukkan kondisi yang jauh dari harapan:
– Karcis kendaraan tidak tersedia, tapi pungutan tetap dilakukan.
– Tidak ada sistem pencatatan yang transparan terkait pemasukan dari kendaraan.
– Pengelolaan pendapatan pelabuhan masih penuh tanda tanya.
Potensi Pelanggaran Hukum: Korupsi dan Penyalahgunaan Wewenang
Selain melanggar PP No. 15 Tahun 2016, dugaan penyimpangan ini juga berpotensi melanggar beberapa undang-undang, di antaranya:
-UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi: Jika terbukti ada penggelapan pendapatan pelabuhan, maka petugas atau pejabat yang terlibat dapat dijerat dengan pasal ini.
– UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik: Dalam kasus ini, pelabuhan seharusnya transparan dalam pengelolaan tarif dan memastikan pengguna jasa mendapatkan pelayanan yang sesuai aturan.
–UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN: Pungutan yang dilakukan tanpa dasar hukum jelas merupakan indikasi penyalahgunaan wewenang.
Tuntutan Audit dan Investigasi Lanjutan
Kasus ini menimbulkan reaksi keras dari masyarakat dan aktivis anti-korupsi. Mereka mendesak Kementerian Perhubungan segera melakukan audit internal terhadap pengelolaan keuangan di Pelabuhan Laiwui. Selain itu, pihak berwenang seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan diharapkan turun tangan untuk menyelidiki dugaan penyimpangan ini secara menyeluruh.
Sementara itu wartawan akan terus berupaya mendapatkan klarifikasi dari pihak-pihak terkait dan memantau perkembangan kasus ini. Apakah dugaan ini hanya puncak gunung es dari permainan besar di balik pengelolaan pelabuhan? Waktu yang akan menjawab.//**