Opini Zulkifli Makatita | Masyarakat Pers Maluku Utara
FaduliNews.com– Penunjukan Abjan Sofyan, mantan narapidana korupsi, sebagai Ketua Tim Percepatan Pembangunan Daerah (TPPD) Maluku Utara oleh Gubernur Sherly Tjoanda memicu kontroversi publik. Namun di tengah riuh kritik, saya justru melihat ini sebagai momen refleksi: sampai kapan kita terus menutup pintu bagi orang-orang yang ingin memperbaiki diri?
Indonesia adalah negara hukum, bukan negara dendam. Sistem pemasyarakatan kita dirancang bukan untuk menghukum seumur hidup, tetapi untuk membina, merehabilitasi, dan mengembalikan manusia ke masyarakat secara terhormat.
Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa setiap warga negara berhak atas perlindungan dan kepastian hukum yang adil. Termasuk bagi mereka yang pernah menjalani hukuman.
Apa salahnya jika Abjan, yang telah membayar lunas kesalahannya, kini diberi ruang untuk kembali berkarya demi daerahnya? Apakah kesalahan di masa lalu menghapus seluruh kompetensi dan potensi kontribusinya? Bila iya, maka kita telah gagal memahami esensi keadilan sosial.
Mari belajar dari negara-negara demokratis. Nelson Mandela dipenjara puluhan tahun, namun kemudian menjadi presiden dan simbol rekonsiliasi. Di Amerika, Eropa, bahkan Afrika, mantan napi seringkali menjadi pionir reformasi. Lalu, kenapa di sini kita masih menjadikan “pernah dihukum” sebagai stempel aib seumur hidup?
Lebih ironis lagi, tak sedikit pejabat kita yang belum masuk penjara, bukan karena bersih, tapi karena belum “apes”. Banyak yang bicara soal etika, namun praktiknya jauh dari itu. Publik pun harus jujur: yang disebut sebagai “aspirasi masyarakat” kadang hanya suara bising elit yang alergi pada perubahan.
Masyarakat tidak butuh pejabat yang sempurna, tetapi butuh pemimpin yang punya pengalaman, kesadaran, dan keberanian untuk berubah. Jangan halangi proses rehabilitasi sosial dengan standar ganda.
Kritik boleh, tapi jangan sampai jadi persekusi sosial. Demokrasi bukan berarti bebas menghakimi tanpa data dan konteks.
Saya, sebagai bagian dari masyarakat pers, mengingatkan bahwa kita tidak bisa menuntut perbaikan sistem jika kita sendiri terus menutup pintu bagi upaya perbaikan manusia. Kita bisa awasi, beri masukan, dan jaga transparansi. Tapi jangan hilangkan hak seseorang hanya karena masa lalunya tidak sempurna.
Kalau ke depan Abjan Sofyan terbukti gagal menjalankan tugasnya, kritiklah secara objektif. Tapi hari ini, sebelum semua itu terjadi, beri kesempatan dulu. Karena semua orang bisa salah, dan semua orang juga bisa bangkit.
Zulkifli Makatita
Pengamat Sosial & Anggota Masyarakat Pers Maluku Utara
(Faduli)