Jakarta-FN, 15 April 2025 – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menegaskan komitmennya dalam mencegah praktik korupsi di lingkungan pemerintah daerah. Dalam sebuah kegiatan yang diselenggarakan secara hybrid pada Senin (15/4), KPK memaparkan sejumlah titik rawan korupsi yang kerap terjadi di daerah, mulai dari pengelolaan anggaran hingga rekrutmen pegawai.
Melalui presentasi visual yang ditampilkan dalam forum tersebut, KPK memetakan setidaknya 11 titik rawan korupsi di pemerintah daerah. Di antaranya adalah “Dana Aspirasi”, “Pengelolaan dan Pendapatan Daerah”, “Proses Penegakan Hukum”, hingga “Perizinan dan Pelayanan Publik”.
“Korupsi sering bermula dari praktik yang dianggap ‘biasa saja’, seperti pemberian uang ketok dalam pembahasan dan pengesahan APBD, pembagian jatah proyek, hingga mark up dalam pengadaan barang dan jasa,” ujar seorang perwakilan KPK dalam sesi tersebut.
Beberapa area lain yang disorot termasuk praktik jual beli jabatan dalam proses rekrutmen dan mutasi pegawai, serta penyalahgunaan wewenang dalam pemberian izin. Bahkan, proses pembahasan regulasi pun tak luput dari potensi penyimpangan.
KPK juga menyoroti adanya potensi gratifikasi dalam bentuk hadiah saat proses perencanaan APBD. Selain itu, penggunaan belanja yang tidak sah serta lemahnya proses penegakan hukum disebut sebagai faktor lain yang memperparah kondisi.
Kegiatan ini dihadiri oleh sejumlah pejabat pemerintah daerah, anggota DPRD, dan aparat penegak hukum. KPK berharap, melalui upaya edukasi dan pencegahan ini, pemerintah daerah dapat lebih transparan dan akuntabel dalam menjalankan tugasnya.
Langkah ini merupakan bagian dari strategi nasional pencegahan korupsi yang terus dikampanyekan oleh KPK guna mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan berintegritas di seluruh wilayah Indonesia.
(Faduli)